Sabtu, 05 Juli 2014

Cerita sebuah Desember


Cerita sebuah Desember

Sudah satu musim ia tak kembali. Pria itu pergi tepat saat gerimis membasahi galaksi. Bersama para pohon jati yang meranggas aku menunggu. Hingga tak terasa, para bulir hadir kembali dan membasahi kanopi kanopi jendela. Pria itu pergi ribuan mil jauhnya. Hanya sepotong kalimat magis yang mampu membuatku tetap menunggu. Ya, aku masih, dan akan selalu menunggu.

“Aku akan kembali.. Untukmu”
Tahukah, Lie ki? Setelah mendengar ucapmu, aku seperti bocah lima tahun yang dijanjikan oleh ibu untuk sebuah baju pesta baru. Terus menunggu dan merapal harap semoga janji itu bukan hanya ucap belaka. Jika nanti aku mendapatkannya aku akan bersorak kegirangan. Namun, jika aku tak mendapatkannya, mungkin aku akan menangis. Entahlah.
Semoga para bulir menyampaikan kecamuk rasa rindu ini padamu.
Aku menggenggam erat mug putih berisi coklat panas. Asapnya mengepul di udara dan sesekali masuk ke dalam indra penciuman. Diluar sana para bulir beramai-ramai menjatuhkan dirinya pada semesta. Sedangkan para awan sedang bertarung hingga mencipta gemuruh di angkasa. Mungkin mereka sedang berdebat, apakah kau akan kembali atau tidak. Lihat, Lie ki, seantero semesta memintamu kembali.
Drrttt.. Drrtt.. Drrtt..
Getar handphone membuyarkan lamunku. Aku meletakkan mug di atas meja disudut ruangan.
kim Lie ki.
Secepat mungkin aku menekan tombol “jawab”
Hallo,Han Bigyun .” Suara itu lagi. Suara yang mampu mendamaikan hati. Diam-diam bibir ini melukis sabit sederhana.
hallo, Lie ki. Ada apa?” tanyaku.
“Aku merindukanmu. Dua hari lagi aku kembali ke Indonesia, apa kau bisa menjemputku di bandara?”
Air yang sedari tadi menggenang di pelupukku tumpah ruah sudah. Aku menghembuskan napas lega. Akhirnya, para bulir membawamu kembali.
“Hei, jangan menangis. Bukankah aku sudah menepati janjiku?” Gelak tawanya terdengar disana.
Akhirnya, satu musim ini terlewati. Bermuara pada pertemuan pasti. Terimakasih semesta, kau berhasil membawanya kembali.
Dengan air yang masih mengalir di pipi, aku menjawab tanyanya.
“Baiklah, aku akan menjemputmu.”
Bukankah menunggu adalah hal yang menyenangkan? Terimakasih semesta. Terimakasih, Desember.
Teruntuk siapa saja yang tengah menunggu,
Yakinlah, akan ada saatnya dimana pertemuan pertemuan itu menjadi nyata.
Salam manis dariku,
Load disqus comments

0 komentar